Jumat, 31 Maret 2017

ETIKA BISNIS ( RANGKUMAN BAB 4 )

Pasar dan  Perlindungan Konsumen

Dalam pendekatan pasar, terhadap perlindungan konsumen , keamanan konsumen dilihat sebagai produk yang paling efisien bila disediakan melalui mekanisme pasar bebas di mana penjual memberikan tanggapan terhadap permintaan konsumen. (Velazquez,2005: 317) . Dalam teori, konsumen yang menginginkan informasi bisa mencarinya di organisasi-organisasi seperti consumers union, yang berbisnis memperoleh dan menjual informasi. Dengan kata lain, mekanisme pasar perlu menciptakan pasar informasi konsumen jika itu yang diinginkan konsumen.( Velazquez,2005: 319).

Adapun kewajiban konsumen untuk melindungi kepentingannya ataupun produsen yang melindungi kepentingan konsumen, sejumlah teori berbeda tentang tugas etis produsen telah dikembangkan , masing- masing menekankan keseimbangan yang berbeda antara kewajiban konsumen pada diri mereka sendiri dengan kewajiban produsen pada konsumen meliputi pandangan kontrak, pandangan “ due care” dan pandangan biaya sosial.

1. Pandangan kontrak kewajiban produsen terhadap konsumen
Menurut pandangan kontrak tentang tugas usaha bisnis terhadap konsumen, hubungan antara perusahaan dengan konsumen pada dasarnya merupakan hubungan kontraktual, dan kewajiban moral perusahaan pada konsumen adalah seperti yang diberikan dalam hubungan kontraktual. Pandangan ini menyebutkan bahwa saat konsumen membeli sebuah produk, konsumen secara sukarela menyetujui “ kontrak penjualan” dengan perusahaan. Pihak perusahaan secara sukarela dan sadar setuju untuk memberikan sebuah produk pada konsumen dengan karakteristik tertentu, dan konsumen juga dengan sukarela dan sadar setuju membayar sejumlah uang pada perusahaan untuk produk tersebut. Karena telah sukarela menyetujui perjanjian tersebut, pihak perusahaan berkewajiban memberikan produk sesuai dengan karakteristik yang dimaksud. Teori kontrak tentang tugas perusahaan kepada konsumen didasarkan pada pandangan bahwa kontrak adalah sebuah perjanjian bebas yang mewajibkan pihak-pihak terkait untuk melaksanakan isi persetujuan. Teori ini memberikan gambaran bahwa perusahaan memiliki empat kewajiban moral utama: kewajiban dasar untuk mematuhi isi perjanjian penjualan, dan kewajiban untuk memahami sifat produk , menghindari misrepesentasi, dan menghindari penggunaan paksaan atau pengaruh . Dengan bertindak sesuai kewajiban-kewajiban  tersebut,perusahaan berartim menghormati hak konsumen untuk diperlakukan sebagai individu yang bebas dan sederajat atau dengan kata lain,sesuai dengan hak mereka untuk memperoleh perlakuan yang mereka setuju untuk dikenakan pada mereka. (Velazquez,2005: 321-323). Meskipun demikian, teori kontraktual mempunyai kelemahan diantaranya. Pertama, teori ini secara tidak realistis mengasumsikan bahwa perusahaan melakukan perjanjian secara langsung dengan konsumen. Kedua, teori ini difokuskan pada fakta bahwa sebuah kontrak sama dengan bermata dua. Jika konsumen dengan sukarela setuju untuk membeli sebuah produk dengan kualitas- kualitas tertentu , maka dia bisa setuju untuk membeli sebuah produk tanpa kualitas-kualitas tersebut. Atau dengan kata lain, kebebasan kontrak memungkinkan perusahaan dibebaskan dari kewajiban kontrak dengan secara eksplisit menyangkal bahwa produk yang dijual bisa diandalkan,bisa diperbaiki, aman dan sebagainya.

Jadi, teori kontrak ini mengimplikasikan bahwa jika konsumen memiliki banyak kesempatan untuk memeriksa produk, beserta pernyataan penolakan jaminan dan dengan sukarela menyetujuinya, maka diasumsikan bertanggungjawab atas cacat atau kerusakan yang disebutkan dalam pernyataan penolakan, serta semua karusakan yang mungkin terlewati saat memeriksanya. Ketiga, asumsi penjual dan pembeli adalah sama dalam perjanjian penjualan. Kedua belah pihak harus mengetahui apa yang mereka lakukan dan tidak ada yang memaksa . Kenyataanya, pembeli dan penjual tidak sejajar/ setara seperti yang diasumsikan .Seorang konsumen yang harus membeli ratusan jenis komoditas tidak bisa berharap mengetahui segala sesuatu tentang semua produk tersebut seperti produsen yang khusus memproduksi produk. Konsumen tidak memiliki keahlian ataupun waktu untuk memperoleh dan memproses informasi untuk dipakai sebagai dasar membuat keputusan.
2.     Teori Due care
Teori ini menerangkan tentang kewajiban perusahaan terhadap konsumen didasarkan pada gagasan bahwa pembeli dan konsumen tidak saling sejajar dan bahwa kepentingan-kepentingan konsumen sangat rentan  terhadap tujuan-tujuan perusahaan yang dalam hal ini memiliki pengetahuan dan keahlian yang tidak dimiliki konsumen. Karena produsen berada dalam posisi yang lebih menguntungkan, mereka berkewajiban untuk menjamin bahwa kepentingan –kepentingan konsumen tidak dirugikan oleh produk yang mereka tawarkan. Pandangan due care ini juga menyatakan bahwa konsumen harus bergantung pada keahlian produsen, maka produsen tidak hanya berkewajiban untuk memberikan produk yang sesuai klaim yang dibuatnya, namun juga wajib berhati-hati untuk mencegah agar orang lain tidak terluka oleh produk tersebut sekalipun perusahaan secara eksplisit menolak pertanggungjawaban ini bila mereka gagal memberikan perhatian yang seharusnya bisa dilakukan dan perlu dilakukan untuk mencegah agar oranglain tidak dirugikan oleh penggunaan suatu produk(Velazquez,2005: 330) . Adapun    kelemahan yang didapat dari teori ini adalah tidak adanya metode yang jelas untuk menentukan kapan seseorang atau produsen telah memberikan perhatian yang memadai. Kemudian, asumsi bahwa produsen mampu menemukan resiko – resiko yang muncul dalam penggunaan sebuah produk sebelum konsumen membeli dan menggunakannya. Pada kenyataannya ,dalam masyarakat dengan inovasi teknologi yang tinggi, produk-produk baru yang kerusakannya tidak bisa dideteksi sebelum dipakai selama beberapa tahun dan akan terus disalurkan ke pasar. Ketiga, teori ini terlihat paternalistik , yang menggambarkan bahwa produsen adalah pihak yang mengambil keputusan –keputusan penting bagi konsumen , setidaknya dalm kaitannya dengan tingkat resiko yang layak diterima konsumen. (Velazquez,2005: 334).

3. Pandangan teori biaya sosial
Teori ini menegaskan bahwa produsen bertanggungjawab atas semua kekurangan produk dan setiap kekurangan yang dialami konsumen dalam memakai poroduk tersebut. Teori ini merupakan versi yang paling ekstrem dari semboyan “ caveat venditor” (hendaknya si penjual berhati- hati). Walaupun teori ini menguntungkan untuk konsumen, rupanya sulit mempertahankannya juga. Kritik yang dapat diungkapkannya sebagai berikut:
  1. Teori biaya sosial tampaknya kurang adil, karena menganggap orang bertanggungjawab atas hal – hal yang tidak diketahui atau tidak bisa dihindarkan
  2. Membawa kerugian ekonomis, bila teori ini dipraktekkan , maka produsen terpaksa harus mengambil asuransi terhadap kerugian dan biaya asuransi itu bisa menjadi begitu tinggi, sehingga tidak terpikul lagi oleh banyak perusahaan. (Bertens, 2000: 238-239).

Ada juga tanggung jawab bisnis lainnya terhadap konsumen, yaitu ;

1. Kualitas produk
Dengan kualitas produk disini dimaksudkan bahwa produk sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh produsen (melalui iklan atau informasi lainnya) dan apa yang secara wajar boleh diharapkan oleh konsumen. Konsumen berhak atas produk yang berkualitas , karena ia membayar untuk itu. Dan bisnis berkewajiban untuk menyampaikan produk yang berkualitas, misalnya produk yang tidak kadaluwarsa( bila ada batas waktu seperti obat-obatan atau makanan). (Bertens, 2000: 240)
2. Harga
Harga yang adil merupakan sebuah topik etika yang sudah tua. Mulai dari zaman Aristoteles dan pemikirannya sampai abad pertengahan. Di zaman modern , struktur ekonomi tentu menjadi lebih kompleks. Karena itu, masalah harga pun menjadi suatu kenyataan ekonomis sangat kompleks yang ditentukan oleh banyak faktor sekaligus, namun masalah ini tetap diakui mempunyai implikasi etis yang penting. Harga merupakan buah hasil perhitungan faktor-faktor seperti biaya produksi, biaya investasi, promosi, pajak, ditambah tentu laba yang wajar. Dalam sistem ekonomi pasar bebas, sepintas lalu rupanya harga yang adil adalah hasil akhir dari perkembangan daya-daya pasar . Kesan spontan adalah bahwa harga yang adil dihasilkan oleh tawar- menawar sebagaimana dilakukan di pasar tradisional, dimana si pembeli sampai pada maksimum harga yang mau ia pasang. Transaksi terjadi, bila maksimum dan minimum itu bertemu. Dalam hal ini mereka tentu dipengaruhi oleh para pembeli dan penjual lain di pasar dan harga yang mau mereka bayar atau pasang . Jika penjual lain menawarkan barangnya dengan harga lebih murah, tentu saja para pembeli akan pindah ke tempat itu. Harga bisa dianggap adil karena disetujui oleh semua pihak yang terlibat dalam proses pembentukannya (Bertens, 2000: 242)
3. Pengemasan dan pemberian label
Pengemasan produk dan label yang ditempelkan pada produk merupakan aspek bisnis yang semakin penting. Selain bertujuan melindungi produk dan memungkinkan mempergunakan produk dengan mudah, kemasan berfungsi juga untuk mempromosikan produk, terutama di era toko swalayan sekarang. Pengemasan dan label dapat menimbulkan juga masalah etis. Tuntutan etis yang pertama ialah informasi yang disebut pada kemasan benar . Kemudian tuntutan lain yang diperoleh dari pengemasan ini adalah tidak boleh menyesatkan konsumen. (Bertens, 2000: 245-246)

Etika Dalam Periklanan

Secara sederhana, etika adalah suatu suatu cabang ilmu filsafat yang mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan moral.

Etika berisi prinsip-prinsip moralitas dasar yang akan mengarahkan perilaku manusia

Definisi iklan:

Pesan komunikasi pemasaran atau komunikasi publik tentang sesuatu produk yang disampaikan melalui sesuatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat

Definisi periklanan adalah seluruh proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, penyampaian dan umpan balik dari pesan komunikasi pemasaran

(Dikutip dari: Etika Pariwara Indonesia, cetakan 3, 2007)

Periklanan atau reklame adalah bagian tak terpisahkan dari bisnis modern. Iklan dianggap sebagai cara ampuh untuk menonjol dalam persaingan. Dalam perkembangan periklanan, media komunikasi modern : media cetak maupun elektronis, khususnya televisi memegang peranan dominan. Fenomena periklanan ini menimbulkan perbagai masalah yang berbeda.

Periklanan dilatar belakangi suatu ideologi tersembunyi yang tidak sehat, yaitu ideologi konsumerisme atau apapun nama yang ingin kita pilih untuk itu. Ada dua persoalan etis yang terkait dalam hal periklanan. Yang pertama menyangkut kebenaran dalam iklan. Mengatakan yang benar merupakan salah satu kewajiban etis yang penting. Persoalan etis yang kedua adalah memanipulasi public yang menurut banyak pengamat berulang kali dilakukan melalui upaya periklanan.

Privasi Konsumen

Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain. adapun definisi lain dari privasi yaitu sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan pilihan atau kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan. privasi jangan dipandang hanya sebagai penarikan diri seseorang secara fisik terhadap pihak pihak lain dalam rangka menyepi saja.

Etika Produksi
Etika Produksi adalah seperangkat prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang menegaskan tentang benar dan salahnya hal hal yang dikukan dalam proses produksi atau dalam proses penambahan nilai guna barang.

Pentingnya Etika Produksi
Dalam proses produksi, subuah produsen pada hakikatnya tentu akan selalu berusaha untuk menekan biaya produksi dan berusaha untuk mendapatkan laba sebanyak banyaknya. Dalam upaya produsen untuk memperoleh keuntungan, pasti mereka akan melakukan banyak hal untuk memperolehnya. Termasuk mereka bisa melakukan hal hal yang mengancam keselamataan konsumen. Padahal konsumen dan produsen bekerjasama. Tanpa konsumen, produsen tidak akan berdaya. Seharunyalah produsen memeberi perhatian dan menjaga konsumen sebagai tanda terima kasih telah membeli barang atau menggunakan jasa yang mereka tawarkan. Namun banyak produsen yang tidak menjalankan hal ini. Produsen lebih mementingkan laba. Seperti banyaknya kasus kasus yang akhirnya mengancam keselamatan konsumen karena dalam memproduksi, produsen tidak memperhatikan hal hal buruk yang mungkin terjadi pada konsumen. Bahkan, konsumen ditipu, konsumen ditawarkan hal-hal yang mereka butuhkan, tapi pada kenyataannya, mereka tidak mendapat apa yang mereka butuhkan mereka tidak memperoleh sesuai dengan apa yang ditawarkan.

Etika manajemen sumber daya manusia
‘Manajemen SDM’ menempati ruang kegiatan seleksi rekrutmen, orientasi, penilaian kinerja, pelatihan dan pengembangan, hubungan industrial dan kesehatan dan isu keamanan di mana etika benar-benar penting. Bidang sejak beroperasi dikelilingi oleh kepentingan pasar yang commodify dan instrumentalize segalanya demi keuntungan diklaim atas nama pemegang saham, harus diprediksi bahwa akan ada klaim peserta etik SDM ditebak,. Etika manajemen sumber daya manusia sebuah dataran diperebutkan seperti lainnya sub-bidang etika bisnis. Ahli etika bisnis berbeda dalam orientasi mereka terhadap etika kerja. Satu kelompok ahli etika dipengaruhi oleh logika neoliberalisme mengusulkan bahwa tidak ada etika di luar pemanfaatan sumber daya manusia terhadap laba keuntungan yang lebih tinggi bagi para pemegang saham. Orientasi neoliberal adalah ditantang oleh argumen bahwa kesejahteraan tenaga kerja tidak kedua tujuan pemegang saham mencari keuntungan Beberapa orang lain melihat etika manajemen sumber daya manusia sebagai wacana menuju tempat kerja yang egaliter dan martabat tenaga kerja.

Diskusi mengenai isu-isu etis yang mungkin timbul dalam hubungan kerja, termasuk etika diskriminasi, dan hak-hak karyawan dan tugas yang sering terlihat dalam teks-teks etika bisnis Sementara beberapa berpendapat bahwa ada hak-hak asasi tertentu seperti tempat kerja. hak untuk bekerja, hak atas privasi, hak yang harus dibayar sesuai dengan nilai yang sebanding, hak untuk tidak menjadi korban diskriminasi, yang lain mengklaim bahwa hak tersebut dapat dinegosiasikan. wacana etis di HRM sering mengurangi perilaku etika perusahaan seolah-olah mereka amal dari perusahaan daripada hak-hak karyawan Kecuali dalam pekerjaan, di mana kondisi pasar sangat menguntungkan karyawan,. karyawan diperlakukan sekali pakai dan dibuang dan dengan demikian mereka defencelessly terpojok untuk kerentanan ekstrim The expendability karyawan, bagaimanapun, adalah dibenarkan dalam teks ‘moralitas bisnis’ di tanah posisi etika menentang expendability yang harus dikorbankan untuk ‘kebaikan yang lebih besar dalam sistem pasar bebas’ Lebih lanjut, ia berpendapat karena karena ‘melakukan keduanya karyawan dan majikan pada kenyataannya memiliki kekuatan ekonomi dalam pasar bebas, akan tidak etis jika. pemerintah atau’ kerja istilah memaksakan hubungan kerja ‘serikat buruh

Ada diskusi tentang etika dalam praktik manajemen kerja individu, isu-isu seperti kebijakan dan praktik manajemen sumber daya manusia, peran sumber daya manusia (SDM) praktisi, penurunan dari serikat buruh, masalah globalisasi tenaga kerja dll , dalam literatur HRM baru-baru ini, meskipun. mereka tidak menempati tahap sentral dalam akademisi HR Hal ini mengamati bahwa dengan penurunan serikat buruh seluruh dunia, yang berpotensi lebih rentan terhadap perilaku oportunistik dan tidak etis Hal ini dikritik bahwa HRM telah menjadi lengan strategis pemegang saham mencari keuntungan melalui pembuatan pekerja menjadi ‘budak bersedia’.

Sebuah artikel poin juga dikutip bahwa ada ‘lembut’ dan ‘keras’ versi HRMS, dimana dalam pendekatan-lunak menganggap karyawan sebagai sumber energi kreatif dan peserta kerja pengambilan keputusan dan versi keras lebih eksplisit fokus pada rasionalitas organisasi, kontrol, dan profitabilitas. Sebagai tanggapan, ia berpendapat bahwa stereotip HRM keras dan lunak keduanya bertentangan dengan etika karena mereka alat untuk menghadiri terhadap motif keuntungan tanpa memberikan pertimbangan yang cukup untuk masalah moral yang relevan lainnya seperti keadilan sosial dan kesejahteraan manusia. Namun, ada penelitian menunjukkan, keberhasilan yang berkelanjutan jangka panjang organisasi dapat dipastikan hanya dengan tenaga kerja puas diperlakukan secara manusiawi.

Pasar, jelas, bukan institusi inheren etis yang dapat dipimpin oleh ‘invisible hand’ yang mitos saja, tidak, dapat menyinggung pasar yang secara inheren tidak etis Selain itu, etika bukanlah sesuatu yang bisa dicapai melalui pendirian. prosedur, gambar kode etik, atau pemberlakuan hukum atau cara heteronomous lain, meskipun kebutuhan mereka bisa tetap dipertanyakan. Namun, meskipun pasar tidak perlu menjadi penyebab bahaya moral atau etika mungkin melayani suatu kesempatan untuk seperti bahaya. Bahaya moral HRM akan terus meningkat begitu banyak seperti hubungan manusia dan sumber daya yang tertanam di dalam manusia diperlakukan hanya sebagai komoditas.

isu Diskriminasi * termasuk diskriminasi atas dasar usia (ageism), jenis kelamin, ras, agama, cacat, berat dan daya tarik. Lihat juga: affirmative action, pelecehan seksual.
* Isu-isu yang timbul dari pandangan tradisional tentang hubungan antara pengusaha dan karyawan, juga dikenal sebagai At-akan pekerjaan.

* Isu-isu seputar representasi karyawan dan demokratisasi tempat kerja: serikat menyerbu, melanggar pemogokan.

* Isu mempengaruhi privasi karyawan: pengawasan tempat kerja, pengujian obat. Lihat juga: privasi.
* Isu mempengaruhi privasi majikan: whistle-blowing.

* Masalah yang berkaitan dengan kewajaran kontrak kerja dan keseimbangan kekuasaan antara majikan dan karyawan: hukum ketenagakerjaan perbudakan/kuli kontrak.

* Keselamatan dan kesehatan.

Semua hal di atas juga berkaitan dengan pengangkatan dan pemecatan karyawan. Di banyak negara maju, seorang karyawan karyawan atau masa mendatang biasanya tidak bisa dipekerjakan atau dipecat berdasarkan ras, usia, jenis kelamin, agama, atau tindakan diskriminatif lainnya.

OPINI PRIBADI PENULIS MENGNAI ETIKA BISNIS DARI RANGKUMAN BAB 1 S/D BAB IV

Di dalam persaingan dunia usaha yang sangat ketat ini, etika bisnis merupakan sebuah harga mati, yang tidak dapat ditawar lagi. Dalam zaman keterbukaan dan luasnya  informasi  saat ini, baik-buruknya sebuah dunia usaha dapat tersebar dengan cepat dan luas. Memposisikan karyawan, konsumen, pemasok, pemodal dan masyarakat umum secara etis dan jujur adalah satu-satunya cara supaya dapat bertahan di dalam dunia bisnis saat ini. Ketatnya persaingan bisnis menyebabkan beberapa pelaku bisnisnya kurang memperhatikan etika dalam bisnis. 

Etika bisnis mempengaruhi tingkat kepercayaan atau trust dari masing-masing elemen dalam lingkaran bisnis. Pemasok (supplier),perusahaan, dan konsumen, adalah elemen yang saling mempengaruhi. Masing-masing elemen tersebut harus menjaga etika, sehingga kepercayaan yang menjadi prinsip kerja dapat terjaga dengan baik. 

Etika berbisnis ini bisa dilakukan dalam segala aspek. Saling menjaga kepercayaan dalam kerjasama akan berpengaruh besar terhadap reputasi perusahaan tersebut, baik dalam lingkup mikro maupun makro. Tentunya ini  tidak akan memberikan keuntungan segera, namun ini adalah wujud investasi jangka panjang bagi seluruh elemen dalam lingkaran bisnis. Oleh karena itu, etika dalam berbisnis sangatlah penting.



ETIKA BISNIS ( RANGKUMAN BAB 3 )

MODEL ETIKA DALAM BISNIS, SUMBER NILAI ETIKA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ETIKA MANAJERIAL



I. MODEL ETIKA DALAM BISNIS,

A. IMMORAL MANAJEMEN

Immoral manajemen merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas bisnisnya.


B. AMORAL MANAJEMEN

Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen adalah amoral manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen, manajer dengan tipe manajemen seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika atau moralitas.


C. MORAL MANAJEMEN

Tingkatan tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah moral manajemen. Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun juga terbiasa meletakkan prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk dalam tipe ini menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang dijalankannya secara legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang berlaku. Manajer yang bermoral selalu melihat dan menggunakan prinsip-prinsip etika seperti, keadilan, kebenaran, dan aturan-aturan emas (golden rule) sebagai pedoman dalam segala keputusan bisnis yang diambilnya.



II. SUMBER NILAI ETIKA

1. Agama

Bermula dari buku Max Weber The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism (1904-5) menjadi tegak awal keyakinan orang adanya hubungan erat antara ajaran agama dan etika kerja, atau anatara penerapan ajaran agama dengan pembangunan ekonomi. Etika sebagai ajaran baik-buruk, slah-benar, atau ajaran tentang moral khususnya dalam perilaku dan tindakan-tindakan ekonomi, bersumber terutama dari ajaran agama. Itulah sebabnya banyak ajaran dan paham dalam ekonomi Barat menunjuk pada kitab Injil (Bibble), dan etika ekonomi yahudi banyak menunjuk pada Taurat. Demikian pula etika ekonomi Islam termuat dalam lebih dari seperlima ayat-ayat yang muat dalam Al-Qur’an.

Etika bisnis menurut ajaran Islam digali langsung dari Al Quran dan Hadits Nabi. Dalam ajaran Islam, etika bisnis dalam Islam menekakan pada empat hal Yaitu : Kesatuan (Unity), Keseimbangan (Equilibrium), Kebebasan (FreeWill) dan tanggung jawab (Responsibility). Etika bisnis Islam menjunjung tinggi semangat saling percaya, kejujuran dan keadilan, sedangkan antara pemilik perusahaan dan karyawan berkembangan semangat kekeluargaan (brotherhood). Misalnya dalam perusahaan yang islami gaji karyawan dapat diturunkan jika perusahaan benar-benar merugi dan karyawan juga mendapat bonus jika keuntungan perusahaan meningkat. Buruh muda yang masing tinggal bersama orang tua dapat dibayar lebih rendah, sedangkan yang sudah berkeluarga dan punya anak dapat dibayar lebih tinggi disbanding rekan-rekannya yang muda.

2. Filosofi
Salah satu sumber nilai-nilai etika yang juga menjadi acuan dalam pengambilan keputusan oleh manusaia adalah ajaran-ajaran Filosofi. Ajaran filosofi tersebut bersumber dari ajaran-ajaran yang diwariskan dari ajaran-ajaran yang sudah diajarkan dan berkembang lebih dari 2000 tahun yang lalu. Ajaran ini sangat komplek yang menjadi tradisi klasik yang bersumber dari berbagai pemikiran para fisuf-filsuf saat ini. Ajaran ini terus berkembanga dari tahun ke tahun.
Di Negara barat, ajaran filosofi yang paling berkembang dimulai ketika zaman Yunani kuno pada abd ke 7 diantaranya Socrates (470 Sm-399 SM) Socrate percaya bahwa manusia ada untu suatu tujuan, dan bahwa salah dan benar memainkan peranan yang penting dalam mendefinisikan hubungan seseorang dengan lingkungan dan sesamanya sebagai seorang pengajar, Socrates dikenang karena keahliannya dalam berbicara dan kepandaian pemikirannya. Socretes percaya bahwa kebaikan berasal dari pengetahuan diri, dan bahwa manusia pada dasarnya adalah jujur, dan bahwa kejahatan merupakan suatu upaya akibat salah pengarahan yang membebani kondisi seseorang. Pepatah yang terkenal mengatakan. “
Kenalilah dirimu”  dia yang memperkanalkan ide-ide bahwa hukum moral lebih inggi daripada hukum manusia.
3. Budaya
Referensi penting lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai acuan etika bisnis adalah pengalaman dan perkembangan budaya, baik budaya dari suatu bangsa maupun budaya yang bersumber dari berbagai negara (Cracken, 1986). Budaya yang mengalami transisi akan melahirkan nilai, aturan-aturan dan standar-standar yang diterima oleh suatu komunitas tertentu dan selanjutnya diwujudkan dalam perilaku seseorang, suatu kelompok atau suatu komunitas yang lebih besar. Budaya adalah suatu sistem nilai dan norma yang diberikan pada suatu kelompok atau komunitas manusia dan ketika itu disepakati atau disahkan bersama-sama sebagai landasan dalam kehidupan (Rusdin, 2002).
4. Hukum
Perangkat aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka untuk menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Hukum menentukan ekspektasi-ekspektasi etika yang diharapkan dalam komunitas dan mencoba mengatur serta mendorong para perbaikan-perbaikan masalah-masalah yang dipandang buruk atau tidak baik dalam komunitas. Sebenarnya bila kita berharap bahwa dengan hukum dapat mengantisipasi semua tindakan pelanggaran sudah pasti ini menjadi suatu yang mustahil. Karena biasanya hukum dibuat setelah pelanggaran yang terjadi dalam komunitas.


III. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ETIKA MANAJERIAL

1. Leadership
Leadership dalam bisnis sangat diperlukan karena berpengaruh dalam  perkembangan bisnis yang dilakukan. Bahkan ada yang mengatakan bahwasanya leadership atau kepemimpinan merupakan sebuah karakter utama yang diperlukan dalam bisnis.
2. Strategi dan performance Manajemen 
Pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu.
3. Karakteristik individu
Merupakan suatu proses psikologi yang mempengaruhi individu dalam memperoleh, mengkonsumsi serta menerima barang dan jasa serta pengalaman. Karakteristik individu merupakan faktor internal (interpersonal) yang menggerakan dan mempengaruhi perilaku individu.
4. Budaya Organisasi
Menurut Mangkunegara, (2005:113), budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.

Budaya organisasi juga berkaitan dengan bagaimana karyawanmemahami karakteristik budaya suatu organisasi, dan tidak terkait dengan apakah karyawan menyukai karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi adalah suatu sikap deskriptif, bukan seperti kepuasan kerjayang lebih bersifat evaluatif.

ETIKA BISNIS (RANGKUMAN BAB 2)

PRINSIP ETIKA DALAM BISNIS SERTA ETIKA DAN LINGKUNGAN

Etika bisnis memiliki prinsip-prinsip yang harus ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar memiliki standar baku yang mencegah timbulnya ketimpangan dalam memandang etika moral sebagai standar kerja atau operasi perusahaan.

A. Prinsip Otonomi 
Prinsip otonomi memandang bahwa perusahaan secara bebas memiliki wewenang sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi yang dimilikinya. Kebijakan yang diambil perusahaan harus diarahkan untuk pengembangan visi dan misi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran dan kesejahteraan karyawan dan komunitasnya.

B. Prinsip Kejujuran 
Prinsip kejujuran meliputi pemenuhan syarat-syarat perjanjian atau kontrak, mutu barang atau jasa yang ditawarkan, dan hubungan kerja dalam perusahaan. Prinsip ini paling problematik karena masih banyak pelaku bisnis melakukan penipuan.

C. Prinsip Keadilan 
Perusahaan harus bersikap adil kepada pihak-pihak yang terkait dengan sistem bisnis. Contohnya, upah yang adil kepada karywan sesuai kontribusinya, pelayanan yang sama kepada konsumen, dan lain-lain

D. Hormat Pada Diri Sendiri
Berdasar Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata hormat sebagai kata sifat memiliki arti sebagai menghargai (takzim, khidmat, sopan). Jadi dapat kita tarik kesimpulan bahwa rasa hormat memiliki pengertian sebagai suatu sikap untuk menghargai atau sikap sopan. Secara umum rasa hormat mempunyai arti yaitu merupakan suatu sikap saling meghormati satu sama lain yang muda, hormat kepada yang tua yang tua, menyayangi yang muda. Rasa hormat tidak akan lepas dari rasa menyayangi satu sama lain karena tanpa adanya rasa hormat, takkan tumbuh rasa saling menyayangi yang ada hanyalah selalu menganggap kecil atau remeh orang lain.

Rasa hormat memiliki pengertian sebagai suatu sikap untuk menghargai atau sikap sopan. sikap hormat bersifat penting karena dengan sikap hormat mampu membangun keteraturan di dalam kehidupan masyarakat dan mampu meningkatkan derajat seseorang di hadapan masyarakat. rasa hormat meliputi empat hal, yaitu sikap hormat terhadap Tuhan, sikap hormat terhadap diri sendiri, sikap hormat terhadap orang lain dan sikap hormat terhadap lingkungan. Rasa hormat terhadap diri sendiri merupakan sikap hormat kita dalam menghargai diri kita pribadi yang ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga mampu mencerminkan karakter kita sebagai manusia. Sikap hormat terhadap diri sendiri dapat diwujudkan dengan menjaga kesucian fisik dan menjaga kesucian rohani. Menjaga kesucian fisik dapat dilakukan dengan menjaga kesehatan tubuh (berolahraga, berisitirahat, menjaga pola makan dan memenuhi kebutuhan hiburan atau refreshing) sedangkan untuk menjaga kesucian rohani dapat dilakukan dengan melakukan ibadah kepada Tuhan dan memenuhi kebutuhan ilmu yang berguna untuk kehidupan manusia.

Untuk membentuk pribadi yang baik maka diperlukan sikap pengendalian diri. Pengendalian diri adalah merupakan suatu keinginan dan kemampuan dalam menggapai kehidupan yang selaras, serasi dan seimbang pada hak dan kewajibannya sebagai individu dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Sikap-sikap pengendalian diri dapat berupa: sikap sabar, sikap bekerja keras, sikap jujur, sikap disiplin, sikap teguh pendirian dan percaya diri.

E. Hak dan Kewajiban
Bukan hanya kewajiban saja yang harus dijalankan, hak etika bisnispun juga sangat diperlukan, diantaranya : Hak untuk mendapatkan mitra (kolega) bisnis antar perusahan, hak untuk mendapatkan perlindungan bisnis, hak untuk memperoleh keuntungan bisnis, dan hak untuk memperoleh rasa aman dalam berbisnis. Selain itu dalam berbisnis setiap karyawan dalam suatu perusahaan juga dapat mementingkan hal-hal yang lebih utama, seperti : kepercayaan, keterbukaan, kejujuran, keberanian, keramahan, dan sifat pekerja keras agar terjalinnya bisnis yang saling menguntungkan diantara kedua belah pihak bisnis tersebut.

F. Teori Etika Lingkungan
Secara teoritis, terdapat tiga model teori etika lingkungan, yaitu yang dikenal sebagai Shallow Environmental Ethics, Intermediate Environmental Ethics, dan Deep Environmental Ethics. Ketiga teori ini juga dikenal sebagai antroposentrisme, biosentrisme, dan ekosentrisme.(Sony Keraf: 2002)

1 ANTROPOSENTRISME
Teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langung. Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia. Oleh karenanya alam pun hanya dilihat sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri.
2 BIOSENTRISME DAN EKOSENTRISMEEkosentrisme merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme. Oleh karenanya teori ini sering disamakan begitu saja karena terdapat banyak kesamaan. Yaitu pada penekanannya atas pendobrakan cara pandang antroposentrisme yang membatasi keberlakuan etika hanya pada komunitas manusia. Keduanya memperluas keberlakuan etika untuk mencakup komunitas yang lebih luas. Pada biosentrisme, konsep etika dibatasi pada komunitas yang hidup (biosentrism), seperti tumbuhan dan hewan. Sedang pada ekosentrisme, pemakaian etika diperluas untuk mencakup komunitas ekosistem seluruhnya (ekosentrism).
3 TEOSENTRISMETeosentrisme merupakan teori etika lingkungan yang lebih memperhatikan lingkungan secara keseluruhan, yaitu hubungan antara manusia dengan lingkungan. Pada teosentrism, konsep etika dibatasi oleh agama (teosentrism) dalam mengatur hubungan manusia dengan lingkungan. Untuk di daerah Bali, konsep seperti ini sudah ditekankan dalam suatu kearifan lokal yang dikenal dengan Tri Hita Karana (THK), dimana dibahas hubungan manusia dengan Tuhan (Parahyangan), hubungan manusia dengan manusia (Pawongan) dan hubungan manusia dengan lingkungan (Palemahan).

G. Prinsip Etika di Lingkungan Hidup
Merupakan bagian terpenting dari etika lingkungan yang bertujuan mengarahkan pelaksanaan etika lingkungan agar tepat sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, Pada lingkung yang lebih luas lagi diharapkan etika lingkungan mampu menjadi dasar dalam penentuan kebijakan pembangunan berkelanjutan yang akan dilaksanakan. 

Menurut Keraf (2005) dalam UNNES (2010) menyebutkan bahwa ada 9 prinsip dalam etika lingkungan hidup diantaranya adalah sebagai berikut:

Sikap hormat terhadap alam atau respect for nature.

Alam mempunyai hak untuk dihormati, tidak saja karena kehidupan manusia bergantung pada alam tetapi juga karena manusia adalah bagian dari alam. Manusia tidak diperbolehkan merusak, menghancurkan, dan sejenisnya bagi alam beserta seluruh isinya tanpa alasan yang dapat dibenarkan secara moral.

Prinsip tanggung jawab atau moral responsibility for nature.

Prinsip tanggung jawab disini bukan saja secara individu tetapi juga secara berkelompok atau kolektif. Setiap orang dituntut dan terpanggil untuk bertanggung jawab memelihara alam semesta ini sebagai milik bersama dengan cara memiliki yang tinggi, seakan merupakan milik pribadinya.

Solidaritas kosmis atau cosmic solidarity.

Solidaritas kosmis mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan dan menyelamatkan semua kehidupan di alam. Alam dan semua kehidupan di dalamnya mempunyai nilai yang sama dengan kehidupan manusia. Solidaritas kosmis juga mencegah manusia untuk tidak merusak dan mencermati alam dan seluruh kehidupan di dalamnya. Solidaritas kosmis berfungsi untuk mengontrol perilaku manusia dalam batas-batas keseimbangan kosmis, serta mendorong manusia untuk mengambil kebijakan yang pro-lingkungan atau tidak setuju setiap tindakan yang merusak alam.

Prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam atau caring for nature.

Prinsip kasih sayang dan kepedulian merupakan prinsip moral satu arah, artinya tanpa mengharapkan untuk balasan serta tidak didasarkan pada pertimbangan kepentingan pribadi tetapi semata-mata untuk kepentingan alam. Semakin mencintai dan peduli terhadap alam manusia semakin berkembang menjadi manusia yang matang, sebagai pribadi dengan identitas yang kuat. Alam tidak hanya memberikan penghidupan dalam pengertian fisik saja, melainkan juga dalam pengertian mental dan spiritual.

Prinsip tidak merugikan atau no harm.

Prinsip tidak merugikan alam berupa tindakan minimal untuk tidak perlu melakukan tindakan yang merugikan atau mengancam eksistensi mahkluk hidup lain di alam semesta. Manusia tidak dibenarkan melakukan tindakan yang merugikan sesama manusia. Pada masyarakat tradisional yang menjujung tinggi adat dan kepercayaan, kewajiban minimal ini biasanya dipertahankan dan dihayati melalui beberapa bentuk tabu-tabu yang apabila dilanggar maka, akan terjadi hal-hal yang buruk di kalangan masyarakat misalnya, wabah penyakit atau bencana alam.

Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam.

Prinsip ini menekankan pada nilai, kualitas, cara hidup yang paling efektif dalam menggunakan sumber daya alam dan energi yang ada. Manusia tidak boleh menjadi individu yang hanya mengumpulkan harta dan memiliki sebanyak-banyaknya dengan secara terus-menerus  mengeksploitasi alam. Melalui prinsip hidup sederhana manusia diajarkan untuk memilki pola hidup yang non-matrealistik dan meninggalkan kebiasaan konsumtif yang tidak bisa membedakan antara keinginan dengan kebutuhan.

Prinsip keadilan.

Prinsip keadilan sangat berbeda dengan prinsip –prinsip sebelumnya. Prinsip keadilan lebih ditekankan pada bagaimana manusia harus berperilaku satu terhadap yang lain dalam keterkaitan dengan alam semesta dan bagaimana sistem sosial harus diatur agar berdampak positif pada kelestarian lingkungan hidup. Prinsip keadilan terutama berbicara tentang peluang dan akses yang sama bagi semua kelompok dan anggota masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian alam dan dalam ikut menikmati pemanfatannya.

Prinsip demokrasi.

Prinsip demokrasi sangat terkait dengan hakikat alam. Alam semesta sangat beraneka ragam. Demokrasi memberi tempat bagi keanekaragaman yang ada. Oleh karena itu setiap orang yang peduli terhadap lingkungan adalah orang yang demokratis, sebaliknya orang yang demokratis sangat mungkin seorang pemerhati lingkungan. Pemerhati lingkungan dapat berupa multikulturalisme, diversifikasi pola tanam, diversifiaki pola makan, keanekaragaman hayati, dan sebagainya.

Prinsip integritas moral.

Prinsip integritas moral terutama dimaksudkan untuk Pemerintah sebagai pengambil kebijakan. Prinsip ini menuntut Pemerintah baik pusat atau Daerah agar dalam mengambil kebijakan mengutamakan kepentingan publik.

Sumber :

Dr. Keraf, A. Sonny. 2006. Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius



TUGAS 1 ETIKA BISNIS ( RANGKUMAN BAB 1 )

ETIKA BISNIS ( RANGKUMAN BAB 1 )

1.  Hakikat Mata Kuliah Etika Bisnis

Menurut Drs. O.P. Simorangkir bahwa hakikat etika bisnis adalah menganalisis atas asumsi-asumsi bisnis, baik asumsi moral maupun pandangan dari sudut moral. Karena bisnis beroperasi dalam rangka suatu sistem ekonomi, maka sebagian dari tugas etika bisnis hakikatnya mengemukakan pertanyaan-pertanyaan tentang sistem ekonomi yang umum dan khusus, dan pada gilirannya menimbulkan pertanyaan-pertanyaan tentang tepat atau tidaknya pemakaian bahasa moral untuk menilai sistem-sistem ekonomi, struktur bisnis.

Contoh praktek etika bisnis yang dihubungkan dengan moral : 
Uang milik perusahaan tidak boleh diambil atau ditarik oleh setiap pejabat perusahaan untuk dimiliki secara pribadi. Hal ini bertentangan dengan etika bisnis. Memiliki uang dengan cara merampas atau menipu adalah bertentangan dengan moral. Pejabat perusahaan yang sadar etika bisnis, akan melarang pengambilan uang perusahaan untuk kepentingan pribadi, Pengambilan yang terlanjur wajib dikembalikan.Pejabat yang sadar, disebut memiliki kesadaran moral, yakni keputusan secara sadar diambil oleh pejabat, karena ia merasa bahwa itu adalah tanggungjawabnya, bukan saja selaku karyawan melainkan juga sebagai manusia yang bermoral.

Contoh tidak memiliki kesadaran moral :
Seorang berdarah dingin di jalan juanda, Jakarta yang sangat ramai itu menodong dengan clurit dan merampas harta milik seseorang. Baginya menodong itu merupakan kebiasaan dan menjadi profesinya. Apakah ada kesadaran moral bahwa perbuatan itu bertentangan dan dilarang  oleh ajaran agama, hukum dan adat? Sejak kecil ia ditinggalkan oleh ibu bapaknya akibat perceraian, ia bergaul dengan anak gelandangan, pencuri. Sesudah dewasa menjadi penodong ulung. Ia menodong atau membunuh tanpa mengenal rasa takut atau berdosa, bahkan sudah merupakan suatu profesi.

2.  Definsi Etika dan Bisnis

2.1  Pengertian Etika
Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk. Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.

2.2  Pengertian Bisnis
Bisnis berasal dari bahasa Inggris business, mengembangkan kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Sedangkan dalam kamus lengkap bahasa Inggris karangan Prof. Drs. S. Wojowasito dan W.J.S Poerwadarminta, business diterjemahkan menjadi : pekerjaan; perusahaan; perdagangan; atau urusan. Jadi bisnis bisa diartikan menjadi suatu kesibukan atau  aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan atau nilai tambah. Dalam ilmu ekonomi, bisnis merupakan organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.

2.3  Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat. Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.

3.  Etiket Moral, Hukum dan Agama

3.1  Etiket
Istilah etiket berasal dari kata Prancis etiquette, yang berarti kartu undangan, yang lazim dipakai oleh raja-raja Prancis apabila mengadakan pesta. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah etiket berubah bukan lagi berarti kartu undangan yang dipakai raja-raja dalam mengadakan pesta. Dewasa ini istilah etiket lebih menitikberatkan pada cara-cara berbicara yang sopan, cara berpakaian, cara menerima tamu dirumah maupun di kantor dan sopan santun lainnya. Jadi, etiket adalah aturan sopan santun dalam pergaulan.

Dalam pergaulan hidup, etiket merupakan tata cara dan tata krama yang baik dalam menggunakan bahasa maupun dalam tingkah laku. Etiket merupakan sekumpulan peraturan-peraturan kesopanan yang tidak tertulis, namun sangat penting untuk diketahui oleh setiap orang yang ingin mencapai sukses dalam perjuangan hidup yang penuh dengan persaingan.

Etiket juga merupakan aturan-aturan konvensional melalui tingkah laku individual dalam masyarakat beradab, merupakan tatacara formal atau tata krama lahiriah untuk mengatur relasi antarpribadi, sesuai dengan status social masing-masing individu.

Perbedaan Moral dan Hukum :
Sebenarnya atas keduanya terdapat hubungan yang cukup erat. Karena antara satu dengan yang lain saling mempengaruhi dan saling membutuhkan. Kualitas hukum ditentukan oleh moralnya. Karena itu hukum harus dinilai/diukur dengan norma moral. Undang-undang moral tidak dapat diganti apabila dalam suatu masyarakat kesadaran moralnya mencapai tahap cukup matang. Sebaliknya moral pun membutuhkan hukum, moral akan mengambang saja apabila tidak dikukuhkan, diungkapkan dan dilembagakan dalam masyarakat. Dengan demikian hukum dapat meningkatkan dampak social moralitas. Walaupun begitu tetap saja antara Moral dan Hukum harus dibedakan. Perbedaan tersebut antara lain :
ï Hukum bersifat obyektif karena hukum dituliskan dan disusun dalam kitab undang-undang. Maka hukum lebih memiliki kepastian yang lebih besar.
ï Norma bersifat subyektif dan akibatnya seringkali diganggu oleh pertanyaan atau diskusi yang menginginkan kejelasan tentang etis dan tidaknya.
ï Hukum hanya membatasi ruang lingkupnya pada tingkah laku lahiriah manusia saja.
ï Sedangkan moralitas menyangkut perilaku batin seseorang.
ï Sanksi hukum bisanya dapat dipaksakan.
ï Sedangkan sanksi moral satu-satunya adalah pada kenyataan bahwa hati nuraninya akan merasa tidak tenang.
ï Sanksi hukum pada dasarnya didasarkan pada kehendak masyarakat.
ï Sedangkan moralitas tidak akan dapat diubah oleh masyarakat

Perbedaan Etika dan Agama :
Etika mendukung keberadaan Agama, dimana etika sanggup membantu manusia dalam menggunakan akal pikiran untuk memecahkan masalah. Perbedaan antara etika dan ajaran moral agama yakni etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional. Sedangkan Agama menuntut seseorang untuk mendasarkan diri pada Tuhan dan ajaran agama.

 Etika dan Moral
Etika lebih condong kearah ilmu tentang baik atau buruk. Selain itu etika lebih sering dikenal sebagai kode etik. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan atau nilai yang berkenaan dengan baik buruk. Dua kaidah dasar moral adalah :
ï Kaidah Sikap Baik. Pada dasarnya kita mesti bersikap baik terhadap apa saja. Bagaimana sikap baik itu harus dinyatakan dalam bentuk yang kongkret, tergantung dari apa yang baik dalam situasi kongkret itu.
ï Kaidah Keadilan. Prinsip keadilan adalah kesamaan yang masih tetap mempertimbangkan kebutuhan orang lain. Kesamaan beban yang terpakai harus dipikulkan harus sama, yang tentu saja disesuaikan dengan kadar angoota masing-masing.
4.  Klasifikasi Etika

4.1  Etika Normatif
Etika normatif merupakan cabang etika yang penyelidikannya terkait dengan pertimbangan-pertimbangan tentang bagaimana seharusnya seseorang bertindak secara etis. Dengan kata lain, etika normatif adalah sebuah studi tindakan atau keputusan etis. Di samping itu, etika normatif berhubungan dengan pertimbangan-pertimbangan tentang apa saja kriteria-kriteria yang harus dijalankan agar sautu tindakan atau kepusan itu menjadi baik (Kagan, 1997, 2).

Dalam etika normatif ini muncul teori-teori etika, misalnya etika utilitarianisme, etika deontologis, etika kebajikan dan lain-lain. Suatu teori etika dipahami bahwa hal tersebut mengajukan suatu kriteria tertentu tentang bagaimana sesorang harus bertindak dalam situasi-situasi etis (Williams, 2006, 72). Dalam pengajukan kriteria norma tersebut, teori etika akan memberikan semacam pernyataan yang secara normatif mengandung makna seperti “Fulan seharusnya melakukan X” atau “Fulan seharusnya tidak melakukan X”.

4.2  Etika Terapan
Etika terapan merupakan sebuah penerapan teori-teori etika secara lebih spesifik kepada topik-topik kontroversial baik pada domain privat atau publik seperti perang, hak-hak binatang, hukuman mati dan lain-lain. Etika terapan ini bisa dibagi menjadi etika profesi, etika bisnis dan etika lingkungan. Secara umum ada dua fitur yang diperlukan supaya sebuah permasalahan dapat dianggap sebagai masalah etika terapan.

Pertama, permasalahan tersebut harus kontroversial dalam arti bahwa ada kelompok-kelompok yang saling berhadapan terkait dengan permasalahan moral. Masalah pembunuhan, misalnya tidak menjadi masalah etika terapan karena semua orang setuju bahwa praktik tersebut memang dinilai tidak bermoral. Sebaliknya, isu kontrol senjata akan menjadi masalah etika terapan karena ada kelompok yang mendukung dan kelompok yang menolak terhadap isu kontrol senjata. 

4.3  Etika Deskriptif
Etika deskriptif merupakan sebuah studi tentang apa yang dianggap ‘etis’ oleh individu atau masyarakat. Dengan begitu, etika deskriptif bukan sebuah etika yang mempunyai hubungan langsung dengan filsafat tetapi merupakan sebuah bentuk studi empiris terkait dengan perilaku-perilaku individual atau kelompok. Tidak heran jika etika deskriptif juga dikenal sebagai sebuah etika komparatif yang membandingkan antara apa yang dianggap etis oleh satu individu atau masyarakat dengan individu atau masyarakat yang lain serta perbandingan antara etika di masa lalu dengan masa sekarang. Tujuan dari etika deskriptif adalah untuk menggambarkan tentang apa yang dianggap oleh seseorang atau masyarakat sebagai bernilai etis serta apa kriteria etis yang digunakan untuk menyebut seseorang itu etis atau tidak (Kitchener, 2000, 3).

4.4  Metaetika
Metaetika berhubungan dengan sifat penilaian moral. Fokus dari metaetika adalah arti atau makna dari pernyataan-pernyataan yang ada di dalam etika. Dengan kata lain, metaetika merupakan kajian tingkat kedua dari etika. Artinya, pertanyaan yang diajukan dalam metaetika adalah apa makna jika kita berkata bahwa sesuatu itu baik?
Metaetika juga bisa dimengerti sebagai sebuah cara untuk melihat fungsi-fungsi pernyataan-pernyataan etika, dalam arti bagaimana kita mengerti apa yang dirujuk dari pernyataan-pernyataan tersebut dan bagaimana pernyataan itu didemonstrasikan sebagai sesuatu yang bermakna.

Perkembangan metaetika awalnya merupakan jawaban atas tantangan dari Positivisme Logis yang berkembang pada abad 20-an (Lee, 1986, 8). Kalangan pendukung Positivisme Logis berpendapat bahwa jika tidak bisa memberikan bukti yang menunjukkan sebuah pernyataan itu benar, maka pernyataan itu tidak bermakna. Ketika prinsip dari Positivisme Logis juga diujikan kepada pernyataan-pernyataan etis, maka pernyataan-pernyataan itu harus berdasarkan bukti. Ringkasnya, jika tidak ada bukti, maka tidak ada makna.

Disini kata kuncinya adalah apa yang dikenal dengan “naturalistic fallacy“, yaitu dianggap akan melakukan kesalahan jika kita menarik suatu pernyataan tentang apa yang seharusnya dari pernyataan tentang apa yang ada. Kesulitan dari bahasa etika adalah penyataan-pernyataannya tidak selalu berupa fakta. Disinilah peran sentral dari metaetika yang mengembangkan berbagai cara untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan bahasa etika dengan intensi bahwa pernyataan-pernyataan etis punya makna. Dalam pembahasan ini metaetika biasanya terbagi menjadi dua, yaitu realisme etis dan nonrealisme etis.

5.  Konsepsi Etika

Terminologi etika berasal dari bahasa Yunani “ethos”. Artinya: “custom” atau kebiasaan yang berkaitan dengan tindakan atau tingkah laku manusia. Etika berbeda dengan etiket. Jika etika berkaitan dengan moral, etiket hanya bersentuhan dengan urusan sopan santun. Belajar etiket berarti belajar bagaimana bertindak dalam cara-cara yang sopan; sebaliknya belajar etika berarti belajar bagaimana bertindak baik.( Fr. Yohanes Agus Setyono CM). 

Kata etiket berasal dari kata Perancis etiquette yang diturunkan dari kata Perancis estiquette (= label tiket ; estiqu [ I ] er = melekat). Etiket didefinisikan sebagai cara-cara yang diterima dalam suatu masyarakat atau kebiasaan sopan-santun yang disepakati dalam lingkungan pergaulan antar manusia. Etiket yang menyangkut tata cara kenegaraan disebut protokol (protocol [ Prancis ] ; protocollum [ Latin ]). Etiket antara lain menyangkut cara berbicara, berpakaian, makan, menonton, berjalan, melayat, menelpon dan menerima telepon, bertamu, dan berkenalan.( Mintarsih Adimihardja) Konsep-konsep dasar etika antara lain adalah (Bertens, 2002): (i) ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia serta azas-azas akhlak (moral) serta kesusilaan hati seseorang untuk berbuat baik dan juga untuk menentukan kebenaran atau kesalahan dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain.

Teori – teori etika :

1.  Utilitarianisme
Utilitarianisme menyatakan bahwa suatu tindakan dianggap baik bila tindakan ini meningkatkan derajat manusia. Penekanan dalam utilitarianisme bukan pada memaksimalkan derajat pribadi, tetapi memaksimalkan derajat masyarakat secara keseluruhan. Dalam implementasinya sangat tergantung pada pengetahuan kita akan hal mana yang dapat memberikan kebaikan terbesar. Seringkali, kita tidak mungkin benar-benar mengetahui konsekuensi tindakan kita sehingga ada resiko bahwa perkiraan terbaik bisa saja salah.

2.  Analisis Biaya-Keuntungan (Cost-Benefit Analysis)
Pada dasarnya, tipe analisis ini hanyalah satu penerapan utilitarianisme. Dalam analisis biaya keuntungan, biaya suatu proyek dinilai, demikian juga keuntungannya. Hanya proyek-proyek yang perbandingan keuntungan terhadap biayanya paling tinggi saja yang akan diwujudkan. Bila dilihat dari teorinya, sangatlah mudah untuk menghitung biaya dan keuntungan, namun dalam penerapannya bukan hanya hal-hal yang bersifat materi saja yang perlu diperhitungkan melainkan hal-hal lahir juga perlu diperhatikan dalam mengambil keputusan.

3.  Etika Kewajiban dan Etika Hak
Etika kewajiban (duty ethics) menyatakan bahwa ada tugas-tugas yang harus dilakukan tanpa mempedulikan apakah tindakan ini adalah tindakan terbaik. Sedangkan, etika hak (right-ethics) menekankan bahwa kita semua mempunyai hak moral, dan semua tindakan yang melanggar hak ini tidak dapat diterima secara etika. Etika kewajiban dan etika hak sebenarnya hanyalah dua sisi yang berbeda dari satu mata uang yang sama. Kedua teori ini mencapai akhir yang sama; individu harus dihormati, dan tindakan dianggap etis bila tindakan itu mempertahankan rasa hormat kita kepada orang lain. Kelemahan dari teori ini adalah terlalu bersifat individu, hak dan kewajiban bersifat individu. Dalam penerapannya sering terjadi bentrok antara hak seseorang dengan orang lain.

4.  Etika Moralitas
Pada dasarnya, etika moralitas berwacana untuk menentukan kita sebaiknya menjadi orang seperti apa. Dalam etika moralitas, suatu tindakan dianggap benar jika tindakan itu mendukung perilaku karakter yang baik (bermoral) dan dianggap salah jika tindakan itu mendukung perilaku karakter yang buruk (tidak bermoral). Etika moral lebih bersifat pribadi, namun moral pribadi akan berkaitan erat dengan moral bisnis. Jika perilaku seseorang dalam kehidupan pribadinya bermoral, maka perilakunya dalam kehidupan bisnis juga akan bermoral.


Referensi :